Propinsi Riau dengan ibukotanya Pekan Baru, terletak di pantai timur pulau Sumatera.Wilayahnya meliputi 3214 pulau, yang terletak diantara pulau Sumatera dan Selat malaka, serta laut Cina Selatan. Penduduknya, yang hanya sekitar dua seperempat juta jiwa menempati daerah yang luas dan subur, menghasilkan minyak bumi yang melimpah ruah, tak heran apabila perkembangan daerah ini maju pesat, sebab 'urat nadi' perekonomian cukup tersedia sejak dulu, berupa sungai-sungai besar seperti Kampar, Siak, Rokan, dan Indagiri.
Di TMII, anjungan Riau menempati areal yang cukup luas. Halamannya dihiasi dengan beberapa patung Gajah, harimau, dan Beruang sebagai gambaran penghuni hutannya yang sebagian besarnya belum terjamah. Pada sudut yang lain tampak sebuah kilang minyak, hal ini sekilas menunjukan kepada kita akan masa lalu daerah ini yang memeberi sentuhan pada kebudayaan Riau sekarang. Pada bagian lain, tampak sebuah buku besar dengan tulisan 'Gurindam Duabelas' karya raja Ali Haji, yang memberi gambaran jelas arti Riaudalam perkembangan bahasa dan sastera.
Bila kita ke anjungan Riau, sebuah gapura replica dari gapura (gabah) Istana Kerajaan Riau Lingga siap menyambut kedatangan para tamu. Di sebelah timur anjungan, terdapat sebuah bangunan dengan arsitektur melayu tradisional, rumah ini disebut rumah Melayu Atap Kajang, disebelah kanan bangunan tersebut, terdapat bangunan lain yang disebut oleh orang Riau sebagai Balai Selaso Jatuh yang digunakan untuk pertemuan-pertemuan (majelis). Di tengah areal anjungan, terdapat sebuah bangunan yang atapnya menyerupai bentuk perahu layar, apalagi kalau kita melihat posisi dindingnya yang miring, melebar ke atas, penuh dengan ornamen-ornamen Melayu Riau, inilah dia rumah Melayu Atap Lontik, yang disebut juga Rumah Pencalang, sedangkan sebuah rumah lainnya dengan tangga batu setengah melingkar dihiasi dengan ornamen-ornamen disebut Melayu Limas.Pada halaman Rumah Atap Limas, terdapat buku besar yang terbuat dari batu, dimana disitu tertulis hasil karya seorang pujangga Melayu'Gurindam Duabelas', buah karya pujangga Raja Ali Haji.Peragaan ini memberi gambaran pada kita betapa besarnya peranan Riau dalam perkembangan Sastra Melayu.
Bangunan kedua adalah Rumah Pencalang atau Rumah Atap MelayuLontik.Disebut demikian karena bangunan di atas tiang ini berbentuk seperti perahu (Lancang).Rumah bentuk demikian banyak ditemui di daerah Kabupaten Kampar dan Indagiri hulu.Pada anjungan Riau, rumah Lontik yang dindingnya penuh ukiran ini, dimanfaatkan sebagai tempat pameran yang memberikan informasi tentang daerah yang bersangkutan, khususnya mengenai aspek budaya dan wisatanya. Kolong bawah dimanfaatkan sebagai kantor anjungan, lengkap dengan perpustakaan mininya. Sedangkan lantai atas dipergunakan sebagai tempat untuk memperagakan berbagai aspek kebudayaan Riau. Rumah adat ketiga adalah sebuah Rumah Adat Limas, yang biasa menjadi model rumah kaum bangsawan, dan menjadi model Istana Sultan Indagiri, Riau Lingga dan Sultan Palawan. Pada rumah ini, terdapat loteng, yang dahulu kala digunakan untuk anak gadis bertenun selagi dipingit.Loteng ini memiliki sebutan anjungan pengintai.
Bangunanlain yang terdapat di anjungan Riau adalah Balai Adat Selaso Jatuh. Diberi nama demikian karena bangunan ini dikelilingi oleh selasar jatuh. Balai besar ini berfungsi serba guna, antara lain untuk bermusyawarah, dan juga untuk berbagai upacara adat. Salah satu benda yang diperagakan di balai ini adalah busana pengantin Riau, lengkap dengan 'pelaminan bergerai'nya, atau Peterakna, yaitu pelaminan bertingkat dengan warna kuning dan merah. Konon, jumlah gerai yang ada menunjukan derajat atau tingkatan dari pengantin yang disandingkan.
Khasanah budaya Riau kaya dengan berbagai aspek tradisional.Karena itu, di hari Minggu dan hari libur, anjungan selalu dipadati pengunjung.Berbagai jenis kesenian ditampilkan seperti tarian meloayu beserta lagu-lagunya sampai pada teater rakyat yang disebut teater bangsawan.
Komentar
Posting Komentar